Angklung adalah alat
musik multitonal
(bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat Sunda di Pulau
Jawa bagian barat.
Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh
benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam
susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil.
Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada
tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat
dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam
suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk
menghasilkan bunyi. Angklung terdaftar sebagai Karya
Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.
Asal usul angklung
Anak-anak
Jawa Barat bermain angklung di awal abad ke-20.
Tidak ada petunjuk
sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah
digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal
penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme
dalam kebudayaan Nusantara.
Catatan mengenai
angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul
terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup
masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai
makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan
(hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa
masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali
penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak
lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung
diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh
subur.
Jenis bambu yang
biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu ater (awi temen), yang jika mengering
berwarna kuning keputihan. Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung
bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil
hingga besar.
Dikenal oleh
masyarakat Sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam
pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa
sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan
angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya
dimainkan oleh anak- anak pada waktu itu.[butuh rujukan]
Selanjutnya lagu-lagu
persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan
pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas
sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang
bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun
dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang
berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang
sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi
iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan
sebagainya.
Dalam
perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke
Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari
Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan
angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik
permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai
mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai
komunitas.
Jenis Angklung
Angklung Kanekes
Angklung di daerah
Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan terutama karena hubungannya dengan
ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan
atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh angklung
ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama
di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di
Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus
padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa
ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi.
Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan,
dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung
dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun
(menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.
Dalam sajian hiburan,
Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan
angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil
menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu
Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari
Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung
Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna, Marengo, Salak
Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat
Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para
penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil
membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu
yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku
tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda
dengan masyarakat Daduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan
pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang
berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.
Nama-nama angklung di
Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing,
engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah
angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah:
bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan,
yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di
Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk.
Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.
Di Kanekes yang
berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan
terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga
kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan
berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat
angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana
Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung
tersebut.
pemain
angklung dari jawa timur saat melakukan pertunjukan di jawa barat
Angklung Reyog
Angklung Reyog
merupakan alat musik untuk mengiringi Tarian Reyog Ponorogo di Jawa Timur.
angklung Reyog memiliki khas dari segi suara yang sangat keras, memiliki dua
nada serta bentuk yang lengkungan rotan yang menarik (tidak seperti angklung
umumnya yang berbentuk kubus) dengan hiasan benang berumbai-rumbai warna yang
indah. di kisahkan angklung merupakan sebuah senjata dari kerajaan bantarangin
ketika melawan kerajaan lodaya pada abad ke 9, ketika kemenangan oleh kerajaan
bantarangin para prajurit gembira tak terkecuali pemegang angklung, karena
kekuatan yang luar biasa penguat dari tali tersebut lenggang hingga
menghasilkan suara yang khas yaitu klong- klok dan klung-kluk bila didengar
akan merasakan getaran spiritual.
Dalam sejarahnya
angklung Reyog ini digunakan pada film: Warok Singo Kobra (1982), Tendangan
Dari Langit (2011)
Dan penggunaan
angklung Reyog pada musik seperti: tahu opo tempe, sumpah palapa, kuto reog,
Resik Endah Omber Girang, dan campursari berbau ponorogoan.
Angklung Banyuwangi
Angklung banyuwangi
ini memiliki bentuk seperi calung dengan nada budaya banyuwangi
Angklung Bali
angklung bali
memiliki bentuk dan nada yang khas bali,
Angklung Dogdog Lojor
Angklung Gubrag
Angklung gubrag
terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah
berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare
(menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan)
ke leuit (lumbung).
Dalam mitosnya
angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim
paceklik.
Angklung Badeng
Badeng merupakan
jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat
musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan
Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan
dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak
lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual
penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak
Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk
Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah
menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya
adalah dengan kesenian badeng.
Angklung yang
digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4
angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah
terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan
pula bahasa Indonesia. Isi teks
memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan
acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi
kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.
Lagu-lagu
badeng: Lailahaileloh, Ya’ti, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, Solaloh
Buncis
Buncis merupakan seni
pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros
(Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara
pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis
digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya
pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan
lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis
dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan
hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit; lumbung)
mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung
yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak
yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian
buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak
diperlukan lagi.
Nama kesenian buncis
berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis
kacang buncis nyengcle..., dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian
buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.
Instrumen yang
digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung ambrug,
angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah
dogdog, terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya
kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras
salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis
di antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela,
Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari
gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh
wanita khusus untuk menyanyi.
Dari beberapa jenis
musik bambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja
tentang seni pertunjukan angklung, yang terdiri atas: Angklung Buncis (Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), Angklung Bungko (Indramayu), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (Banten), Angklung Dog dog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan Angklung Padaeng yang identik dengan
Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak
tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan
angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog)
oleh Daeng Sutigna alias
Si Etjle (1908—1984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan
berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa
sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.
Angklung Padaeng
Untuk
keterangan lebih detail mengenai angklung ini, silakan kunjungi artikel Angklung Padaeng
Angklung padaeng
adalah angklung yang dikenalkan oleh Daeng Soetigna sejak sekitar tahun 1938. Terobosan pada
angklung padaeng adalah digunakannya laras nada Diatonik yang sesuai dengan sistem musik barat. Dengan
demikian, angklung kini dapat memainkan lagu-lagu internasional, dan juga dapat
bermain dalam Ensembel dengan alat musik
internasional lainnya.
Angklung Sarinande
Angklung sarinande
adalah istilah untuk angklung padaeng yang hanya memakai nada bulat saja (tanpa
nada kromatis) dengan nada dasar C. Unit kecil angklung sarinade berisi 8
angklung (nada Do Rendah sampai Do Tinggi), sementara sarinade plus berisi 13
angklung (nada Sol Rendah hingga Mi Tinggi).
Angklung Toel
Angklung toel
diciptakan oleh Kang Yayan Udjo sekitar tahun 2008.[1] Pada alat ini, ada rangka setinggi pinggang
dengan beberapa angklung dijejer dengan posisi terbalik dan diberi karet. Untuk
memainkannya, seorang pemain cukup men-toel angklung tersebut, dan angklung
akan bergetar beberapa saat karena adanya karet.
Angklung Sri-Murni
Angklung ini
merupakan gagasan Eko Mursito Budi yang khusus diciptakan untuk keperluan robot
angklung.[2] Sesuai namanya, satu angklung ini memakai dua
atau lebih tabung suara yang nadanya sama, sehingga akan menghasilkan nada
murni (mono-tonal). Ini berbeda dengan angklung padaeng yang multi-tonal.
Dengan ide sederhana ini, robot dengan mudah memainkan kombinasi beberapa
angklung secara simultan untuk menirukan efek angklung melodi maupun angklung
akompanimen.
Ensemble angklung
Agar lebih kaya
suaranya, angklung sebaiknya dimainkan dengan alat musik lain membentuk
ensembel. Beberapa ensembel angklung yang sudah mapan adalah:
Klasik Padaeng[sunting | sunting sumber]
Ensemble angklung
klasik yang dikenalkan oleh Pak Daeng Soetigna terdiri atas:
·
Angklung melodi
·
Angklung akompanimen
·
Bas betot
Kombinasi minimal
inilah yang paling populer dan umum dijumpai saat konser maupun lomba paduan
angklung.
Angklung solo
Angklung solo adalah
konfigurasi di mana satu unit angklung melodi digantung pada suatu palang
sehingga bisa dimainkan satu orang saja. Sesuai dengan konvensi nada diatonis,
maka ada dua jajaran gantungan angklung, yang bawah berisi nada penuh,
sedangkan yang atas berisi nada kromatis. Angklung Solo ini digagas oleh Yoes
Roesadi tahun 1964, dan dimainkan bersama alat musik basanova dalam group yang
menamakan diri Aruba (Alunan Rumpun Bambu). Sekitar tahun 1969, nama Aruba ini
disesuaikan menjadi Arumba[3]
Arumba
Arumba adalah istilah
bagi seperangkat alat musik (ensemble) yang minimal terdiri atas: [4]
·
Satu unit angklung melodi, digantung sehingga bisa
dimainkan oleh satu orang
·
Satu unit bass lodong, juga dijejer agar bisa
dimainkan satu orang
·
Gambang bambu melodi
·
Gambang bambu akompanimen
·
Gendang
Konfigurasi awal
ensemble tersebut diperkenalkan oleh Mochamad Burhan sekitar tahun 1966, yang
menggunakannya bersama grup "Arumba Cirebon" [5].
Teknik permainan angklung
Memainkan sebuah
angklung sangat mudah. Seseorang tinggal memegang rangkanya pada salah satu
tangan (biasanya tangan kiri) sehingga angklung tergantung bebas, sementara
tangan lainnya (biasanya tangan kanan) menggoyangnya hingga berbunyi. Dalam hal
ini, ada tiga teknik dasar menggoyang angklung:
·
Kurulung (getar),
merupakan teknik paling umum dipakai, di mana tangan kanan memegang tabung
dasar dan menggetarkan ke kiri-kanan berkali-kali selama nada ingin dimainkan.
·
Centok (sentak),
adalah teknik di mana tabung dasar ditarik dengan cepat oleh jari ke telapak
tangan kanan, sehingga angklung akan berbunyi sekali saja (stacato).
·
Tengkep,
mirip seperti kurulung namun salah satu tabung ditahan tidak ikut bergetar.
Pada angklung melodi, teknik ini menyebabkan angklung mengeluarka nada murni
(satu nada melodi saja, tidak dua seperti biasanya). Sementara itu pada
angklung akompanimen mayor, teknik ini digunakan untuk memainkan akord mayor (3
nada), sebab bila tidak ditengkep yang termainkan adalah akord dominan septim (4
nada).
Sementara itu untuk
memainkan satu unit angklung guna membawakan suatu lagu, akan diperlukan banyak
pemusik yang dipimpin oleh seorang konduktor. Pada setiap pemusik akan
dibagikan satu hingga empat angklung dengan nada berbeda-beda. Kemudian sang
konduktor akan menyiapkan partitur lagu, dengan tulisan untaian nada-nada yang
harus dimainkan. Konduktor akan memberi aba-aba, dan masing-masing pemusik
harus memainkan angklungnya dengan tepat sesuai nada dan lama ketukan yang
diminta konduktor. Dalam memainkan lagu ini para pemain juga harus
memperhatikan teknik sinambung, yaitu nada yang sedang berbunyi
hanya boleh dihentikan segera setelah nada berikutnya mulai berbunyi.
Berlatih Angklung
Angklung akan terdengar merdu dan megah jika dimainkan
beramai-ramai dengan kompak. Untuk itu, diperlukan persiapan dan latihan yang
cukup panjang, dipimpin pelatih yang cukup punya pemahaman musik umum maupun
angklung. Tahap-tahap persiapannya adalah:
1.
Pilih lagu dengan aransemennya. Lagu yang cocok
dimainkan dengan angklung umumnya yang berirama riang, dan jika bisa ada bagian
yang rancak, sehingga bisa diimprovisasi dengan teknik centok. Lagu ini
kemudian perlu diaransemen khusus untuk angklung, dengan memiliki beberapa
suara. Untuk latihan, aransemen ini kemudian ditulis di kertas yang besar
(biasanya dalam notasi not angka).
2.
Siapkan unit angklung sesuai aransemen. Dari aransemen
angklung, bisa diketahui berapa angklung yang diperlukan berdasar rentang nada
lagu dan keseimbangan intonasinya.
3.
Kumpulkan pemain dan distribusikan angklung kepada
mereka. Jika ada pemain yang memegang banyak angklung, harus diperhatikan agar
si pemain tersebut tidak akan pernah memainkan dua angklung pada saat
bersamaan. Untuk itu biasanya dipakai tabel tonjur.
4.
Pemanasan. Sebelum berlatih, sebaiknya lemaskan dulu
kaki dan tangan, lalu lakukan gerakan-gerakan dasar untuk kurulung maupun
centok bersama-sama.
5.
Mempelajari lagu. Bersama-sama, pelajari dan telusuri
alur lagu, mana bait-bait dan chorus yang harus diulang. Perlahan-lahan mainkan
lagu ini dibawah pimpinan konduktor. Disarankan agar selama latihan awal semua
nada di-centok saja, jangan dikurulung dulu.
6.
Menghafal not. Perlahan-lahan para pemain diminta
menghafal not-not lagu dan bagian permainannya.
7.
Meningkatkan teknik. Ini tahap polesan akhir, di mana
konduktor bisa mulai memimpin dengan menekankan keserempakan permainan,
dinamika, maupun penjiwaan.
8.
Koreografi. Jika akan tampil dipentas, bisa mulai
dipikirkan improvisasi agar para pemain melakukan gerakan yang menarik, tidak
berdiri kaku terus menerus.
Angklung interaktif
Angklung interaktif
adalah kegiatan di mana seorang konduktor mengajak banyak orang, yang umumnya
awam, untuk bermain angklung beramai-ramai [6]. Kegiatan ini bisa dilakukan di tempat pariwisata
atau acara ramah tamah. Pada para peserta akan dibagikan angklung-angklung yang
sudah diberi nomor sesuai nadanya. Lalu, sang konduktor akan memimpin, biasanya
dengan cara:
1.
Konduktor membuka satu layar besar bertuliskan lagu
dalam not angka, lalu mengajak para peserta memainkan angklung yang tepat
dengan menunjuk nada pada layar.
2.
Konduktor mengajarkan isyarat tangan untuk nada-nada
tertentu pada penonton, kemudian memimpin suatu lagu dengan memberikan isyarat
yang tepat secara berurutan untuk diikuti para peserta. Isyarat tangan ini
di-adaptasi oleh Mang Udjo, berdasar isyarat yang dikembangkan oleh John Curwen.
3.
Sebelumnya, Pak Daeng Soetigna menggunakan isyarat
gambar binatang untuk melatih anak-anak TK.[7]
Modernisasi angklung
Secara esensial,
angklung adalah alat musik bambu yang dimainkan dengan digetar. Hal tersebut
tidak boleh diubah. Meski demikian, berbagai upaya kreatif untuk
memodernisasinya terus berlangsung, seperti:
·
Angklung elektrik karya Agus Suhardiman [8]
·
Angklung otomatis, Tugas akhir Kadek Kertayasa di
STIKOM Surabaya [9]
·
Klungbot, robot angklung yang mula-mula dikreasi oleh
Krisna Diastama dan Karismanto Rahmadika [12], kemudian dilanjutkan oleh Eko Mursito Budi.[13]
The 888casino mobile app is now live! - Jtm Hub
ReplyDeleteCasino: mobile casino 의정부 출장안마 · mobile casino · casino mobile 광주광역 출장마사지 casino 부산광역 출장마사지 · mobile casino. 경상남도 출장안마 · mobile casino · mobile casino. · mobile casino. 삼척 출장마사지 · mobile casino. · mobile casino. · mobile